Asal Usul Nama Hindu dan
Sejarah India Kuno
Makalah
Disusun untuk memenuhi
Syarat pada matakuliah Hinduisme
Dosen Pembimbing : Hj.Siti Nadroh, M.Ag
Oleh :
Fitri Astuti (1111032100054)

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN
FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
(UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
I.
PENDAHULUAN
India adalah
negeri yang serba ganda, ganda dalam suku bangsa, ganda dalam budaya, dan ganda
dalam soal kepercayaan. Oleh sebab itu, mempelajari agama Hindu terasa
mengalami kesulitan. Jika kita lihat dari sudut pandang ilmu bangsa-bangsa,
India adalah tanah yang beraneka ragam dan akibatnya ialah orang dapat melihat
suatu kebudayaan yang beraneka ragam. Jika kita ibaratkan, agama Hindu itu
seperti pohon besar yang memiliki cabang yang sangat banyak yang melambangkan
berbagai pemikiran keagamaan.
Namun itu tidak
menyurutkan niat penulis untuk membuat makalah ini dan untuk mempermudah dalam
pemahaman, penulis berusaha menunjukan
garis-garis besar yang menghubungkan berbagai gejala dan aliran itu yang satu
dengan yang lain .
II.
Asal Usul Agama Hindu
Agama Hindu
adalah agama yang tertua di dunia. Agama ini telah melewati perjalanan sangat
panjang yang bermula dari abad ke 15 SM hingga sekarang.[1] Di
India, agama Hindu sering disebut dengan nama Sanatana Dharma yang
berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang
berdasarkan kitab suci Weda.[2]
Tidak banyak
yang tahu soal asal mula agama Hindu. Hal ini karena sejarah agama tersebut
telah ada sebelum masa penulisan sejarah berkembang. Agama Hindu diyakini
terbentuk dari beberapa keyakinan yaitu, keyakinan bangsa Arya dan keyakinan
bangsa Dravida. [3]
Agama ini tidak
seperti agama-agama lain, dalam agama Hindu tidak dapat diketahui secara pasti
siapa pembawa pertama ajaran-ajarannya. Ini merupakan salah satu kesulitan
dalam mempelajari agama Hindu. [4]
Nama Hindu yang
sekarang lazim dikenal dan telah dipergunakan secara umum di seluruh dunia,
merupakan nama asing karena nama itu diberikan oleh orang yang bukan Hindu.[5]
Nama India dijelaskan dari nama sungai Sindbu, yang mengairi daerah barat
India. Bangsa Persia menyebut sungai itu sungai Hindu. Kemudian nama ini
diambil alih oleh orang Yunani, sehingga nama itulah yang terkenal di dunia
barat. [6]
III.
Sejarah India Kuno
India kuno
dipisahkan dari bagian-bagian Asia yang lain oleh bukit-bukit yang tinggi dan
terjal yaitu, dibagian barat oleh tanah
Pegunungan Hindu Kush, di bagian utara oleh bukit-bukit Pegunungan Himalaya dan
di sebelah timur oleg tanah pegunungan yang memisahkan India dari Birma.
Pegunungan
Windhya yang membujur dari barat ke timur membagi India menjadi dua bagian,
yaitu: India Utara dan India Selatan.
India Utara
memiliki dua lembah sungai yang luas dan subur, tempat kekayaan yang
melimpah-limpah dan tempat kerajaan-kerajaan besar berkembang, yaitu lembah
sungai Indus atau Sindhu di sebelah barat, dan lembah lembah sungai Gangga di
tengah dan timur. Kedua lembah ini lembah ini dipisahkan oleh Padang
Pasir Thar atau Rajasthan dan dataran tinggi Kuruksetra, yang pada zaman kuno
merupakan medan pertempuran bangsa-bangsa yang ingin atau mempertahankan India.
India selatan
terdiri dari tanah pegunungan Windhya di sebelah utara dan lembah pantai di
sebelah timur, selatan dan barat, sedangkan di tengah-tengah terdapat suatu
dataran tinggi Dekhan, yang sukar sekali dimasuki. Sebagian besar dataran
Dekhan adalah kering di sebalah barat maupun timur dataran ini dibatasi oleh
jajaran bukit-bukit, demikian juga di sebelah timur. Pegunungan di sebelah
barat lebih tinggi dari pada sebelah timur, sehingga banyak sungai yang
mengalir ke timur. Hanya ada dua sungai yang mengalir ke barat. Daerah pantai
merupakan daerah yang luas dan subur dengan banyak Kota dagangnya.[7]
Bangsa India sekarang ini adalah bangsa campuran. Diantara
bangsa-bangsa yang memasuki India mempunyai pengaruh besar sekali atas bangsa
India adalah bangsa Dravida dan bangsa Arya.
Bangsa Dravida tersebar di seluruh India. Tetapi di India utara mereka kemudian
di desak oleh bangsa Arya yang memasuki India kira-kira tahun 1500 sebelum
Masehi. Namun hal ini tidak berarti bahwa mereka dilenyapkan dari India utara.
Mereka bercampur dengan bangsa Arya itu.
Bangsa Arya termasuk bangsa Indo-Jerman. Dari mana mereka berasal tidak dapat diketahui
dengan pasti ada kemungkinan mereka berasal dari Asia Tengah dan mereka ingin
mencari tanah-tanah yang lebih subur sehingga pada zaman kuno itu mereka
menyebar kemana-mana. Ada yang memasuki Eropa utara ada juga yang memasuki
tanah Balkan, lalu menyebrang ke Asia kecil, menuju Iran dan akhirnya
memasuki India melalui celah-celah Halbar, di sebelah barat laut. Kemungkinan
besar mereka memasuki India secara bergelombang . dan dengan pelan-pelan mereka
menduduki seluruh India utara.[8]
Peradaban Lembah
Sungai Indus
Peradaban India kuno dikenal
sebagai peradaban Lembah sungai Indus. Luas geografi wilayah peradaban ini
meliputi 1,25 juta km atau seluas Pakistan sekarang. Dua kota yang sangat
terkenal ini adalah Mohenjodaro di wilayah Pakistan Selatan sekarang dan
Harappa di daerah Punjab.
Kemakmuran peradaban Lembah Sungai Indus sangat bergantung pada
intensifikasi pengelolaah lahan pertanian di sepanjang lembah. Di kawasan ini,
petani mengembangkan budaya agraris. Dari hasil itu, mereka mampu menghasilkan
gandum, sayuran, dan kapas. Petani juga berternak sapi, kerbau, dan babi.
Peradaban sungai Indus berkembang selama kurang lebih seribu tahun.
Namun,peradaban tersebut tampak muncul secara singkat dalam sejarah peradaban umat
manusia karena mengalami kehancuran.[9]
Peradaban Mohenjodaro dan Harappa
Dalam mempelajari peradaban dunia nama
Indus lebih jauh lebih popular. Hal itu berhubungan dengan adanya penemuan
besar pada abad ke 20 oleh jawaran Pemeriksaan Kebudayaan Kuno di India. Ketika
itu mereka sedang melakukan penggalian tanah di sebuah kampung bernama
Mohenjo-Daro dan Harappa yang berada di tepi lembah sungai Indus.
Penggalian itu menghasilkan barang-barang
berharga, antara lain perabot rumah tangga, lempengan-lempengan tanah yang
berhiaskan gambar binatang dan pohon beringin, serta sisi-sisi bangunan gedung
maupun sisi-sisi benteng. Bangunan tersebut paling banyak ditemukan di kampong
Mohenjo-Daro. Oleh karena itu para ahli memperkirakan bahwa masyarakat yang tinggal
di sungai Indus sudah mempunyai peradaban yang tinggi. Adanya perabot rumah
tangga menandakan bahwa mereka sudah hidup bermasyarakat dan mempunyai
kemampuan mengelola dan menyajikan makananseperti layaknya manusia sekarang.
Invansi Bangsa
Arya
Banyak ahli sejarah menduga
bahwa peradaban Mohenjodaro dan
Harappa runtuh akibat serbuan bangsa Arya. Pengetahuan mengenai awal bangsa
Arya diperoleh dari kitab Regweda, yang merupakan kitab tertua dan paling suci
bagi umat Hindu. Kitab tersebut berisi beberapa informasi sejarah mengenai
bangsa Arya dan suku-suku asli bangsa India.[10]
Bangsa Arya
diperkirakan masuk ke India antara 2000 dan 1000 tahun sebelum Masehi. Kaum
Arya, yang memisahkan diri dari kaum sabangsanya di Iran dan yang memasuki
India melalui jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush.
Bangsa Arya
itu, yang termasuk induk bangsa Indo-Eropa. Dari tempat mereka terakhir di daerah
Asia pusat sebagaian dari mereka memasuki dan menetap di dataran tinggi Iran,
dan sebagian lagi di Punjab (5 sungai). Di sepanjang sungai Sindhu terdapat
suatu peradaban bangsa Dravida yang sudah tinggi sekali tingkatnya. Peradaban
itu berpusat di kota-kota yang diperkuat dengan benteng-benteng.
Setelah datang
di India mereka menentap di dataran sungai Sindhu yang pada zaman itu masih
subur, jadi di daerah itu mereka telah menjumpai suatu peradaban tua. Di dalam
beberapa hal mereka sangat berbeda dengan bangsa Dravida. Kemudian mereka lebih
jauh memasuki India sampai di tepi sungai Gangga dan sampai di sebelah selatan.
Pada waktu
bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa setengah nomad
(pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya dari pada pertanian.
Bagi bangsa Arya kuda dan lembu adalah binatang-binatang yang sangat dihargai
sehingga binatang-binatang itu dianggap suci. Dibandingkan dengan bangsa
Dravida, maka bangsa Arya boleh dikatakan primitif. Mereka memasuki daerah yang
sangat luas yang tertutup oleh hutan rimba yang tak terhingga, tempat tinggal
banyak binatang dan seringkali sangat berbahaya. Orang-orang yang mereka jumpai
di situ adalah orang-orang yang sangat asing bagi mereka mengenai bahasa,
bentuk badan, air muka, kebudayaan dan mengenai cara hidupnya.
Mereka pun
harus membereskan masalah-masalah sosial yang sukar, yakni kemurnian darah atau
asimilasi (penyesuaian) dengan orang-orang bukan Arya. Walaupun tanah sangat
subur dan kaya akan tumbuh-tumbuhan serta iklim sangat baik, sehingga mereka
tidak perlu mengkhawatirkan penghidupan mereka, namun di dalam tempat-tempat
pendudukan mereka yang kecil-kecil dan merupakan semacam desa-desa yang
diperkuat di tengah-tengah hutan itu, mereka harus memecahkan soal-soal yang
gawat. [11]
Akhirnya mereka
pun makin bercampur dengan bangsa Dravida dan dengan demikianlah terwujudlah
akhirnya suatu kesatuan. Berkat peleburan kebudayaan Dravida yang tua itu
dengan kebudayaaan Arya terjadilah kemudian kebudayaan India.
Dahulu orang
tidak tahu dengan tepat dan selalu memendang kebudayaan India seluruhnya
sebagai kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya. Tetapi terutama setelah
penggalian-penggalian tersebut di atas, berubahlah pandangan orang dan makin
banyak diketahui, bahwa bermacam-macam unsure di dalam kebudayaan India berasal
dari kebudayaan Dravida yang tua itu. [12]
Bangsa Arya
datang dengan membawa bahasa Sansekerta. Mereka juga memperkenalkan sistem
kasta, yang menempatkan orang-orang ke dalam bermacam-macam kasta atau warna
berdasarkan kedudukan. [13]
Jadi dapatlah
dikonstatir dengan jelas, bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari dua buah
sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa
yang belainan, yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi
kemudian lebur jadi satu.[14]
IV.
Daftar Pustaka
Ali, Mukti, Agana-Agama Di Dunia.
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988
Al-Maghlouth, Sami bin Abdullah. Atlas
Agama-Agama. Jakarta: Almira, 2011
Djam’annuri. Agama Kita:
Perspektif sejarah agama-agama. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2002
Hadiwijono, Harun. Agana Hindu
dan Budha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008
Honig, A.G. Ilmu Agama.
Jakarta: Gunung Mulia, 1997
Keene, Michael. Agana-Agama Dunia.Yogyakarta:
Kanisius, 2006
Supriyatna, Nana. Sejarah. Jakarta:
Grafindo Media Pratama, 2006
[1] Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama (Jakarta:
Almira, 2011), h. 483
[2] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia ( Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988), h. 93
[3] Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama (Jakarta:
Almira, 2011), h. 487
[4] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia ( Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988), h. 56
[5] Djam’annuri, Agama Kita: Perspektif sejarah agama-agama (Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semesta, 2002), h. 35, cet II
[6] Harun Hadiwijono, Agana Hindu dan Budha (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2008), h. 9, Cet 15
[7] Harun Hadiwijono, Agana Hindu dan Budha (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2008), h. 9-10
[8] Harun Hadiwijono, Agana Hindu dan Budha (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2008), h. 10
[9] Nana Supriyatna, Sejarah (Jakarta: Grafindo Media Pratama,
2006), h. 65
[10] Nana Supriyatna, Sejarah (Jakarta: Grafindo Media Pratama,
2006), h. 65
[11] A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 80
[12] A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 79
[13] Michael keene, Agana-Agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius,
2006), h. 9
[14] A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 79
Tidak ada komentar:
Posting Komentar