ZAMAN KERAJAAN DIMANA HINDU DAN BUDHA MENJADI AGAMA
NEGARA
Mengingat lemahnya kedudukan wakil
- wakil yang ditinggalkan oleh Iskandar di India, tidak lama setelah beliau
wafat, penduduk negeri tersebut langsung bertindak untuk merebut
kemerdekaannya. Pemimpin gerakan tersebut adalah Chandragupta,
keturunan raja Nanda di Magadha, yang dibuang keluar negerinya dan
tiba di India Utara. Dengan demikian, muncul dugaan bahwa Chandragupta pernah
bertemu dengan Iskandar dan sebagai pemuda bangsawan yang mempunyai perasaan
keprajuritan, beliau tentu tertarik oleh kegagahan dan kebijaksanaan pahlawan
tersebut.
Kerajaan Iskandar dibagi - bagi
oleh para panglima perangnya sehingga mereka bisa menjadi raja di daerah masing
- masing. Di antara mereka, Seleukos menguasai bagian timur yang melingkupi
India Utara. Tindakannya untuk mempertahankan kekuasaannya di negeri itu
dikalahkan oleh Chandragupta dariMagadha,
sehingga beliau terpaksa mencari perdamaian pada tahun 305 SM. Perdamaian itu
sangat berarti, karena semenjak itu Seleukos mempunyai utusan - utusan di Pataliputta,
ibu kota Magadha. Salah seorang utusan yang bernama Megasthenes,
menuliskan pengalamannya di sana dengan rapi dan teliti. Surat -
suratnya masih tersimpan dan salinannya menjadi sumber penting untuk mengetahui
keadaan dalam kerajaan Chandragupta pada masa itu (322 - 298 SM) dan
pemerintahan putranya, yakni Raja Bindusara (298
- 272 SM).
Penulis lain yang terkenal adalah
Vishnugupta atau Kautilya, seorang Brahmana, guru besar penasihat Chandragupta ketika
beliau berada dalam pembuangan. Setelah Chandragupta menjadi raja, beliau
diangkat sebagai menteri dan dalam jabatan itu beliau menulis undang - undang
yang dikumpulkan dan dinamai Kautilya-Arthasastra. Kitab itu mengandung kejadian yang sangat bermakna untuk sejarah India kuno,
baru ditemukan di Tanjore oleh seorang ahli Hindu,
Shamasastri pada tahun 1906. Beliau yang menafsirkan dan menerbitkan Arthasastra itu.
Kitab Arthasastra memberikan
keterangan yang cukup banyak mengenai peraturan pemerintahan dan kehakiman di
zaman itu. Keterangan - keterangan itu semuanya menggambarkan Magadha sebagai
suatu negeri yang maju dan mempunyai kebudayaan tinggi, pemerintahan, keuangan,
kehakiman, perekonomian serta cara pertahanan yang teratur. Peraturan -
peraturan pemerintahan tersebut muncul dari kebijaksanaan dan pemikiran
sendiri, bukan meniru negeri lain.
Raja adalah pemegang kekuasaan
tertinggi, di bawahnya terdapat raja - raja muda yang menguasai propinsi
- propinsi. Di samping raja, ada suatu badan penasihat tinggi. Pusat
pemerintahan diserahkan kepada 18 kementerian yang amat lengkap, yakni
kementerian pertahanan negeri, dibagi atas 8 bagian.Para pejabat menerima
gaji yang cukup supaya mereka tidak memeras penduduk. Pajak tanah, cukai barang
masuk, pajak penghasilan, yang dihitung dengan aturan - aturan yang modern,
sudah dijalankan di kerajaan Magadha. Untuk meningkatkan
hasil pertanian diadakan irigasi secara besar – besaran yang sangat diperlukan
di negeri panas seperti India. Jalan - jalan raya terdapat di seluruh kerajaan.
Untuk mengetahui keadaan rakyat, secara diam – diam, raja mengirim utusan –
utusan khusus untuk mengadakan pemeriksaan di daerah – daerah.
Pertahanan di dalam negeri sangat
kuat. Menurut keterangan Megasthenes, tentara Magadha terdiri
dari sekitar 600.000 prajurit, 30.000 prajurit berkuda, 9.000 ekor gajah dan
8.000 kereta perang. Keraton raja di Pataliputta sangat
indah dengan banyak harta yang terkumpul di dalamnya. Para pegawai
wanita bekerja di dalam keraton dengan kedudukan teratur.
Kaum Brahmana mendapat
perlindungan yang khusus, mereka banyak memberikan pengaruh kepada raja.
Menurut kabar dari kaum Jaina, sesudah terjadi kelaparan
hampir 10 tahun, Raja Chandragupta mengundurkan diri dari pemerintahan dan
menjadi pengikut Jaina, karena beliau merasa bersalah terhadap
rakyatnya. Beliau digantikan oleh putranya, Raja Bindusara (298
- 272 SM).
Riwayat Raja Bindusara tidak
begitu jelas. Raja Bindusara pertama kali memerangi bangsa - bangsa di daerah Deccan di
India Tengah. Beliau digantikan oleh putranya yang terkenal dalam sejarah
India, yakni Raja Asoka Vardana (272 - 232 SM).
Sebelum Raja Asoka naik tahta,
beliau memegang kuasa sebagai raja muda di India Barat, suatu ujian diadakan
untuk menunjukan kecakapannya. Beliau menggantikan ayahnya sejak masih muda,
tetapi penobatannya sebagai raja baru diadakan empat tahun kemudian. Tidak
seperti nenek dan ayahnya, beliau adalah seorang yang lemah lembut, ramah dan
berbakti, setia kepada agama dan sangat
mengasihi rakyatnya. Walaupun demikian, beliau terpaksa berperang demi
ketentraman di Deccan dan menaklukkan kerajaan Kalinga (Teluk
Benggala). Setelah Raja Asoka mendengar bahwa dalam peperangan tersebut sekitar
100.000 orang Kalinga meninggal dan 150.000 ditawan, beliau
sangat sedih dan bersumpah tidak akan mengangkat senjata lagi terhadap siapa
pun untuk selamanya. Semakin lama semakin nampak keinginannya untuk mengikuti
ajaran Buddha dan menjalankan segala ajaran Buddha dalam
kehidupan sehari - hari serta dalam pemerintahan.
Di tahun 249 SM atau 24 tahun
setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat - tempat yang berhubungan dengan
kehidupan Buddha Gotama. Tempat - tempat tersebut
adalah : Kapilavatthu(tempat kelahiran Buddha), Vārāṇasī (tempat Buddha pertama
kali mengajarkan Dhamma),Buddhagayā (tempat pohon MahāBodhi), dan Kusināra (tempat Parinibbāna Buddha). Di tempat - tempat tersebut, Raja memberikan dāna dan mendirikan tanda - tanda
peringatan yang sampai sekarang masih sangat bermakna untuk mempelajari sejarah
masa lalu.
Raja Asoka meninggalkan ajaran Brahmana dan
mengikuti ajaran Buddha, kemudian Raja menjadiBhikkhu.
Ajaran Buddha pada masa itu mendapat kedudukan sebagai agama
kerajaan. Atas titah Raja Asoka, sekitar 48.000 buah thūpa (stupa) didirikan. Yang masih tersisa adalah stupa yang
terkenal di Sanchi (India Tengah), dekat ibukota di bawah pemerintahannya dulu.
Untuk puterinya, Puteri Charumali yang sangat berbakti, Raja mendirikan
beberapa vihāra bagi kaum wanita, terutama di bagian Nepal.
Pada tahun kesepuluh masa
pemerintahan Raja Asoka diselenggarakan Saṅgāyanā yang ketiga di ibukota Magadha, Pataliputta (218
tahun sejak Parinibbāna Buddha Gotama). Saṅgāyanā dipimpin oleh Bhikkhu Tissa Moggaliputta dan
menetapkan Kattavatthu ke dalam Abhidhammā. Diberitakan
bahwa pada masa itu terdapat delapan belas aliran (Therāvada yang terkemuka) dalam ajaran Buddha.
Seorang sarjana barat, Kern, menilai bahwa Saṅgāyanā ketiga ini bukan bersifat
umum, melainkan hanya dihadiri oleh kelompok Therāvada.
I-Tsing yang berkunjung ke India
(tanpa singgah ke Sri Lanka) pada akhir abad ke-7 Masehi memberitakan bahwa Theravāda sangat dominan di bagian
selatan India, sementara Sarvastivada(dengan kitab berbahasa Sansekerta)
berpengaruh di belahan utara India, menyebar dari barat ke timur. Namun seperti
diketahui bahwa ajaran Buddha mengalami kemunduran dan lenyap
di India pada abad ke-15 Masehi.
Di masa pemerintahan Raja Asoka,
seluruh India hampir dapat disatukan, hanya bagian ujung Selatan dan Sailan
yang belum takluk kepadanya. Delapan belas tahun setelah Saṅgāyanā ketiga, Raja Asoka mengirim
putranya (sumber lain menyebutkan sebagai kemenakannya), Bhikkhu Mahinda,
ke Pulau Sailan dengan membawa Tipiṭaka PāỊi beserta komentarnya. Tipiṭaka inilah yang diyakini
hingga sekarang masih berada di Sailan, Burma, Siam dan Kamboja. Kemudian Bhikkhu Mahinda kembali
ke Sri Lanka untuk menyebarkan Dhamma. Sejak itu, setiap tahun
beratus - ratus orang datang mengunjungi tempat suci di daerah Benares. Dari
zaman Raja Asoka sampai sekarang pulau Ceylon menjadi pusat penyebaran ajaran Buddha.
Dalam sejarah India, belum pernah
terdapat seorang raja yang mempunyai kerajaan yang begitu luas seperti Raja
Asoka. Kerajaan Chandragupta di abad ke-5 Masehi dan kerajaan Moghul (Sultan
Akbar dan turunannya) di abad ke-16 dan 17 tidak sampai menyamai kerajaan Raja
Asoka itu.
Yang penting dalam sejarah pemerintahan Raja Asoka dan
yang membuat namanya terkenal sampai sekarang adalah tulisan -
tulisan (prasasti) yang dipahat pada dinding - dinding dan
tiang - tiang batu (zuilen). Kebanyakan di antara prasasti - prasasti masih
terpelihara serta dapat diselidiki dan ditafsirkan isinya oleh ahli -
ahli kesusastraan India. Tanda - tanda peringatan itu didirikan oleh Raja Asoka
di seluruh kerajaannya, jadi bukan di ibukota saja.
Bahasa yang dipakai dalam tulisan
- tulisan itu adalah bahasa Prakrit, bahasa orang biasa pada masa
itu. Bahasa itu sangat erat hubungannya dengan bahasa Sankrit dan
bahasa PāỊi yang lazim dipakai dalam kitab -
kitab ajaran Buddha. Prasasti - prasasti itu
mengandung berbagai undang - undang dan aturan - aturan tentang agama dan
masyarakat, perdamaian antara agama – agama, upacara, kebaktian dan lain -
lain.
Dari tulisan - tulisan itu diketahui bagaimana susunan pemerintahan pada
masa Raja Asoka. Jelas pula kondisi batin raja tersebut, sebab dari susunan
kata - kata dan perasaan - perasaan batin yang diuraikan dalam prasasti - prasasti itu,
nampak bahwa makna yang terpahat tersebut muncul dari pemikiran raja sendiri,
bukan buah pikiran menteri atau penasehat - penasehat di istananya.
Raja Asoka dengan resmi telah
mengikuti ajaran Buddha, akan tetapi rakyat pada umumnya masih
setia kepada ajaran Hindu, yang sudah berakar teguh dalam
masyarakat sejak zaman purba. Para Brahmanamasih memberikan
pengaruh yang besar kepada rakyat. Dalam keadaan demikian, Raja Asoka
mengeluarkan amanat supaya di antara agama - agama dan aliran - aliran haruslah
ada ikatan persaudaraan dan perdamaian, setiap agama bebas untuk melakukan
kebaktian dan mendapatkan perlindungan yang sama dari raja.
Pendidikan masyarakat didasarkan
pada ajaran Buddha. Oleh sebab itu, beliau melarang pembunuhan
terhadap makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, yang melanggar aturan itu
akan mendapat peringatan keras. Ajaran Buddha mengajarkan adanya
kelahiran kembali di 31 alam kehidupan. Kelahiran kembali itu ditentukan oleh
hasil perbuatan (kamma) setiap manusia, yakni hasil dari segala perbuatannya,
yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia dan hewan tidak boleh
dibunuh.
Dalam tulisannya, Raja Asoka
memerintahkan supaya setiap orang menghormati orang tua, leluhur dan orang -
orang yang patut dihormati. Kewajiban lain adalah supaya setiap orang mencari
kebenaran, bersikap rendah hati, dan murah hati. Tindakan Raja Asoka yang
penting sehubungan dengan ajaranBuddha adalah mendirikan
rumah - rumah sakit dan rumah - rumah sederhana; menyediakan pondok - pondok
untuk merawat hewan yang sakit; memberi dāna kepada Saṅgha; mendirikan vihara –
vihara; mengirim utusan keluar negeri untuk meningkatkan perdamaian, seperti ke
Iran, Mesir, dan Sailan; menjaga jalan - jalan raya; menyediakan tempat
persinggahan, sumur – sumur; menanam pohon – pohon buah di pinggir jalan untuk
umum dan sebagainya.
Dari semua itu, nampak jelas bahwa Raja Asoka adalah raja yang bijaksana,
beragama, berpendirian atas kemanusiaan dan menghormati semua agama. Banyak
cerita mengenai ketenaran Raja Asoka, kepercayaan tentang kehidupannya yang
istimewa masih terdengar sampai sekarang, terutama di Sailan, pusat ajaran Buddha, beliau
dihormati sebagai seorang manusia yang merupakan penjelmaanBodhisatta.
Kerajaan Maurya sangat
maju dan mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Raja Asoka. Setelah raja
wafat, kaum Brahmana yang merasa tidak mendapat kedudukan
tinggi di masyarakat yang mengikuti ajaran Buddha mengajak
rakyat untuk melawan Raja Dasaratha, putera Raja Asoka. Kerajaan Mauryamulai
mundur dan terpecah - pecah. Tindakan tersebut tidak menghormati ajaran Buddha.
Hal itu akan muncul lagi lima abad kemudian, yakni di zaman Samudragupta.
Raja Sunga menjadi tidak berkuasa
lagi di bawah pengaruh menterinya, Vasudeva, yang akhirnya membunuh raja dan
menggantikannya (73 SM). Keturunannya bernama Raja Kanva. Raja Kanva memerintah
selama 45 tahun saja dan digantikan oleh Raja Andhra, yang mempunyai 30
turunan, memerintah hampir 250 tahun lamanya, sampai tahun 225 Masehi.[1]
Kerajaan
Magadha merupakan
kerajaan yang diperintah oleh Raja-Raja yang bukan berasal dari kebudayaan Weda.
Pada masa epik di India, Jarasanda merupakan Raja yang terkenal dan
terkuat. Ibukotanya bernama Rajagriha atau Rajgir, kini merupakan sebuah
resort di Bihar.
Jarasanda berselisih dengan para Kuru dan Yadu.
Jarasanda dibunuh oleh Bhima dalam pertempuran gada.
Raja Jarasanda memiliki hubungan persahabatan
dengan Raja Chedi, Sisupala,
Raja Kuru, Duryodana,
dan Raja Anga, Karna.
Setelah zaman epik, yaitu pada masa Kali Yuga, Magada menjadi kerajaan terkemuka di India dengan
ibukota yang baru, Pataliputra,
kota pertahanan di pesisir Sungai Gangga. Wangsa Nanda dan Maurya memerintah kerajaan tersebut. Maurya
membangun sebuah kerajaan terkemuka dalam rentang sejarah India yakni Kerajaan
Maurya. Kerajaan ini sangat kuat tak terkalahkan sebelum invasi Alexander Agung ke
India.[2]
Setelah berhasil menguasai Persia, pasukan Iskandar Zulkarnaen melanjutkan
ekspansi dan menduduki India pada tahun 327 SM melalui Celah Kaibar di
Pegunungan Himalaya. Pendudukan yang dilakukan oleh pasukan Iskandar Zulkarnaen
hanya sampai di daerah Punjab. Pada tahun 324 SM muncul gerakan di bawah
Candragupta. Setelah Iskandar Zulkarnaen meninggal tahun 322 SM, pasukannya
berhasil diusir dari daerah Punjab dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Maurya
dengan ibu kota di Pattaliputra.
Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa
pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur,
sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari
kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai
daerah yang sangat iuas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan Lembah
Sungai Gangga di sebelah timur.
b. Ashoka
Ashoka memerintah.Kerajaan Maurya dari tahun 268-282 SM. Ashoka merupakan
cucu dari Candragupta Maurya. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Maurya
mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasainya. Namun,
setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga,
timbul penyesalan dan tidak lagi melakukan peperangan.
Mula-mula Ashoka beragama Hindu, tetapi kemudian menjadi pengikut agama
Buddha. Sejak saat itu Ashoka menjadikan agama Buddha sebagai agama resmi
negara. Setelah Ashoka meninggal, kerajaan terpecah-belah menjadi kerajaan
kecil. Peperangan sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja
yang berhasil mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdirilah
Kerajaan Gupta dengan Candragupta I sebagai rajanya.[3]
Kerajaan Maurya
didirikan oleh Chandragupta. Kerajaan ini membentang dari Bengali hingga Hindu
Kush, dan menyatukan seluruh daratan di India utara.
Chandragupta mengambil
alih kekuasaan di Maghada pada 321 SM. Dalam waktu 10 tahun, ia telah
menginvasi sebagian besar India utara. Ia seorang negarawan yang baik, dan
India menjadi makmur di bawah pengaruhnya. Putranya, Bindusara (293-268 SM),
memperluas kerajaan hingga jauh ke bagian selatan India.
Asoka, Sang Pendiri Kerajaan yang Mengenal Kebenaran
Cucu Chandragupta,
Asoka (268-233 SM), merupakan penguasa terbesar Maurya. Ia memperluas kerajaan,
yang dihuni oleh penduduk dengan lebih dari 60 keyakinan dan bahasa yang
berbeda. Tahun 261 SM, pasukan Maurya menghancurkan penduduk Kalingga dalam
sebuag peperangan yang banyak mengucurkan darah dan memakan korban sebanyak
200.000 jiwa. Menyaksikan kengerian serta penderitaan tersebut, Asoka merasa
sangat terguncangdan ia memutuskan bahwa tidak ada kemenangan militer yang
harus dibayar semahal itu. Ia berpindah agama, dari seorang Hindu menjadi
pengikut Buddha, dan menanggalkan kekuasaan militer sebagai sebuah kebijakan
nasional. Ia melarang persembahan korban hewan maupun manusia dan
mempertahankan angkatan daratnya semata-mata sebagai sarana pertahanan. Asoka
juga menerapkan hukum moral Buddha mengenai sikap baik dan menjauhi kekerasan
serta memberikan perdamaian, kebudayaan, kehormatan, dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Ia mengembangkan agama Buddha dari sebuah sekte kecil, menyebarkannya sampai ke
Indonesia, Asia tengah, dan Mesir. Ia banyak mendirikan tiang batu di seluruh
India, menulisinya dengan berbagai panduan moral dan keagamaan bagi rakyatnya.
Asoka adalah salah satu raja paling adil dalam sejarah.
Kehidupan Orang Maurya
Asoka berusaha
memperbaiki kehidupan rakyatnya. Ia membangun sistem penampungan air,
pengairan, dan menggali banyak sumur. Asoka juga membangun tempat
peristirahatan dan sepanjang jalan yang menghubungkan berbagai daerah, guna
meningkatkan arus perjalanan dan perdagangan serta menyatukan seluruh wilayah
kerajaan ke dalam satu sistem. Asoka juga mengerahkan pasukan polisi rahasia
untuk membantu mengawasi wilayahnya yang luas. Kendati Asoka berusaha
menyatukan negeri, di bawah pemerintahanya, perbedaan antara penganut Hindu,
Buddha, dan agama lain tetap tajam. Setelah kematiannya, Kerajaan Maurya mulai
terpecah dan India terbagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar