Sad darsana (filsafat yoga dan waisesika)
Makalah ini dibuat untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah AgamaHindu
Dosen
Pembimbing:
Hj. Siti Nadroh, M.Ag
oleh
Diana
Puspasari : 1111032100046
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
I.
PENDAHULUAN
Ajaran Yoga sangat populer dikalangan Umat Hindu.
Adapun pembangunan ajaran ini adalah Maharsi Patanjali. Ajaran ini adalah merupakan anugrah yang luar biasa dari
Maharsi Patanjali kepada siapa saja yang ingin merasakan kehidupan rohani. Bila
kitab weda merupakan pengetahuan suci yang sifatnya teoritis, maka Yoga
merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari ajaran Weda. Ajaran ini merupakan
bantuan bagi merekan yang ingin meningkatkan diri dalam bidang rohani.[1]
Dalam ajaran Jainisme dan Buddhisme juga
terdapat tradisi yoga. Namun dalam makalah ini pemakalah tidak akan membahas
yoga dalam ajaran tersebut tetapi fokus pada yoga dalam konteks Hinduisme saja.
II.
YOGA
A.
Pengertian
Yoga
Secara etimologi, kata yoga diturunkan dari kata yuj ( sansekerta), yoke (Inggris), yang berarti ‘penyatuan’ (union). Yoga berarti
penyatuan kesadaran manusia dengan sesuatu yang lebih luhur, trasenden, lebih
kekal dan ilahi. Menurut Panini, yoga diturunkan dari akar sansekerta yuj yang memiliki tiga arti yang
berbeda, yakni: penyerapan, samadhi (yujyate) menghubungkan (yunakti), dan pengendalian (yojyanti). Namun makna kunci yang biasa dipakai adalah ‘meditasi’ (dhyana) dan penyatuan (yukti).[2]
B.
Tokoh
Yoga
Pendiri dari sistem Yoga adalah Hiranyagarbha dan Yoga yang didirikan
oleh Maharsi Patanjali merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Samkhya, yang memiliki daya tarik
tersendiri bagi para murid yang memiliki temperamen mistis dan perenungan.[3]
Tulisan pertama tentang ajaran Yoga
karya Maharsi Patanjali adalah kitab Yoga Sutra, walaupun unsur-unsur ajarannya
sudah ada jauh sebelum itu. Ajaran yoga sebenarnya sudah terdapat di dalam
kitab Smrti, demikian pula dalam Itihasa dan Purana. Setelah buku-buku Yoga
Sutra muncullah kitab-kitab Bhasya yang merupakan komentar terhadap karya
patanjali, diantaranya Bhasya Nitti oleh Bhojaraja dan lain-lain.
Komentar-komentar ini menguraikan ajaran Yoga karya Patanjali yang berbentuk
Sutra berupa kalimat pendek yang padat isinya.[4]
Sistem filsafat yang dipakai untuk
mendasari Yoga ini terang diambil dari ajaran Samkhya, karena memang filsafat
Yoga ini berhubungan erat sekali dengan Samkhya.[5]
Di dalam buku Filsafat Hindu yang di susun oleh I Wayan Maswinara dikatakan
bahwa Yoga bersifat lebih Orthodox dari pada filsafat Shamkhya, karena Yoga
secara langsung mengakui keadaan Isvara,
sehingga sistem filsafat Patanjali ini merupakan Sa-Isvara.
Samkhya,
karena
adanya Isvara atau Purusa istimewa (khusus) didalamnya, yang tak tersentuh oleh
kemalangan, penderitaan, kerja keinginan dan sebagainya. Patanjali mendirikan sistem filsafat ini dengan latar belakang
metafisika dan Samkhya menerima 25
prinsip atau Tattva dari Samkhya. Yoga menerima pandangan
metafisika dari prinsip Samkhya, tetapai lebih menekankan pada
sisi praktisnya guna realisasi dari penyatuan mutlak Purusa atau sang Diri.[6]
Kata Yoga artinya ialah hubungan.
Hubungan antara roh yang berpribadi dengan roh yang Universal yang tidak
berpribadi. Tetapi patanjali mengartikan Yoga sebagai cittawrtti nirodha yaitu menghentikan geraknya fikiran.
Roh pribadi dalam sistem Yoga memiliki
kemerdekaan yang lebih besar dan dapat mencapai pembebasan dengan bantuan
Tuhan. Kalau sistem samkhya
menetapkan bahwa pengetahuan merupakan cara untuk mencapai pembebasan, maka
dalam sistem Yoga menganggap bahwa konsentrasi, meditasi, dan Samadhi akan membawa kepada Kaivalya atau terkandung dalam
kesan-kesan dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi dari energi
mental pada Purusa yang mencerai dirinya.
Menurut Patanjali, Tuhan merupakan Purusa istimewa atau Roh khusus yang tak
terpengaruh oleh kemalangan, karma, hasil yang diperoleh dan cara
memperolehnya, pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih ke-Maha Tahuan.
Yang tak terkondisikan oleh waktu, yang selamanya bebas dan merupakan Guru bagi
para bijak jaman dulu.[7]
C. Yoga Sutra
Seluruh kitab Yoga Sutra karya Patanjali terdiri atas 4 bagian yang terdiri diri 194 Sutra. Yaitu:
1. Samadhipada
Samadhipada isinya
memuat penjelasan tentang sifat dan tujuan melaksanakan Samadh,i[8] juga menerangkan
tentang perubahan-perubahan pikiran dan pelaksanaan ajaran Yoga.[9]
2. Sadhanapada
Sadhanapada
isinya memuat tentang cara pelaksanaan yoga seperti cara mencapai Samadhi, tentang kedudukan, tentang
karma phala dan sebagainya.[10]
3. Virbutipada
Virbutipada
isinya
memberikan uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi yang adapat dicapai
melalui pelaksanaan Yoga.[11]
4. Kaivalyadapa
Kaivalyapada
isinya melukiskan tentang alam kelepasan dan kenyataan rokh yang mengatasi alam
duniawi.[12]atau
menggambarkan sifat dari pembebasan.
Ajaran
filsafat Yoga yang terpenting adalah citta (pikiran) citta dipandang sebagai
hasil pertama dari prakrti yang juga meliputi Ahamkara dan Manas. Didalam citta ini Purusa dipantulkan dengan
penerimaan pantulan Purusa Citta ini menjadi sadar dan berfungsi. Tiap citta
berhubungan dengan satu tubuh sehingga dengan demikian Purusa dibebaskan dari
belenggu badan dalam kehidupan sehari-hari citta disamakan dengan wrtti, yaitu bentuk-bentuk perubahan
citta dalam penyesuaian diri dengan objek pengamatan. Melalui aktifitas citta
ini, purusa tampak bertindak, bergirang atau menderita.[13]
Prubahan
citta dapat diklasifikasikan kedalam lima macam, yaitu:
1. Pramana, alat pengenalan
yang meluputi pengamatan, penyimpulan, dan kesaksian yang benar.
2. Wiparyaya, pengetahuan yang
palsu, yang didasarkan atas gambaran yang keliru atas hal yang diamati, yang
slalu tampak sebagai Awidya
3. Wikalpa, pengetahuan yang
berdasarkan sabda, bukan berdasarkan kenyataan. Sehingga juga mewujudkan
pengetahuan yang tidak nyata.
4. Nidra, tidur
dan mimpi
pengamatan yang
benar hanya melalui Tripramana
aktifitas citta menimbulkan kecendrungan yang terpendam, yang selanjutnya
menimbulkan kecendrungan yang lain. Demikianlah Samsara berputar, manusia ditaklukan oleh klesa yang terdiri dari:
1. Awidya
yaitu
pengetahuan yang salah seperti menganggap yang tidak kekal, yang bukan rokh
sebagai rokh, yang tidak suci sebagai yang suci, dan sebagainya.
2.
Asmita,
(keakuan)
Yaitu
pandangan yang salah yang memandang Rokh itu sama dengan buddhi atau manah.
3.
Raga
(keterikatan)
Raga
atau nafsu keinginan dan alat-alat pemuasnya.
4.
Dwesa (dendam)
Dwesa
ialah kebencian atau dendam.
5.
Abhiniwesa
(takut terhadap kematian).
Yaitu
rasa takut pada kematian semua makhluk[15]
Untuk dapat terlepasnya
Purusa dari ikatan Prakirti, seorang
harus dapat melepaskan writti yaitu
dengan melepaskan klesa, sebab klesa merupakan dasar tebentuknya karma
yang menimbulkan awidya. Jadi dalam
hidup manusia terdapat satu rangkaian yang tiada putusnya, yaitu perputaran writti dan klesa. Lepasnya ikatan dapat tercapai melalui pengendalian diri (wairagya), sehingga dapat membedakan
yang pribadi dan yang bukan pribadi. [16]
D. Raja Yoga dan Hatha Yoga
Yoganya Maharsi Patanjali merupakan astaga Yoga atau Yoga
dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik.
Hatha Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan pengaturan
pernafasan, yang memuncak pada Raja-Yoga, melalui sadhana yang progresif dalam
Hatha Yoga sehingga hatha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan
Raja-yoga. Bila gerakan nafas dihentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang dan pemurnian badan melalui
say-karma (6 kegiatan pemurnian badan) yaitu Dhauti (pembersihan perut), Basti
(bentuk alami pembersihan usus), Neti (pembersihan
lubang hidung) Trataka (penatapan
tanpa kedip terhadap sesuatu objek), Nauli
(pengadukan isi perut) dan kapalabhati
(pelepasan lendir melalui semacam pranayama
tertentu), serta pengendalian pernafasan merupakantujuan langsung dari
Hatha-yoga. Badan akan diberikan kesehatan, kemudahan, kekuatan dan kemantapan
melaksanakan Asana, bandha dan Mudra.[17]
E. Tujuan Yoga
Tujuan
utama Yoga ialah membebaskan manusia dari ketiga jenis penderitaan, yaitu:
1.
Yang timbul dari
kelemahan, kesalahan tingkah laku dan penyakitnya.
2.
Yang timbul dari
perhubungannya dengan makhluk-makhluk lain, seperti Harimau, pencuri dan
sebagainya.
3.
Yang timbul dari
perhubungannya dengan Alam diluar, seperti elemen-elemen dan daya-daya abstrak,
halus dan sukar diketahui.
Hal tersebut bisa dicapai dengan cara
berikut:
a.
Dengan jalan
tanpa pelekatan serta tidak terikat pada dunia, tapi tidak berarti harus
mengisolasikan dirinya.
b.
Dengan jalan
mengendalikan fikiran serta kreasi-kreasinya, agar dengan demikian sekaligus
membersihkan kesadaran yang nyata.
c.
Berusaha
mencapai penggabungan roh individu dengan roh univeral secara positif dan
mutlak. Kondisi ini dikenal sebagai samadhi
dan merupakan tujuan sejati dari Yoga.
Yogi (pengikut Yoga)
berusaha mencapai keadaan bebas seluruhnya dari roda hidup dan mati. Ia
memandang Alam sebagai suatu daya kekuatan yang bekerja dalam dua jurusan. Dari
dalamnya ia berjuang untuk memisahkan, dari dalamnya ia berjuang untuk
menggabungkan kembali. Kekuatan dalam disebut Hidup, kekuatan luar disebut
mati. Tujuan Yoga adalah menggabungkan kedua kekuatan tersebebut.[18]
III.
KESIMPULAN
Tujuan
dari pelaksanaan Yoga adalah untuk mengajarkan roh pribadi agar dapat mencapai
penyatuan yang sempurna dengan roh tertinggi, yang dipengaruhi oleh writti atau
gejolak pemikiran dari pikiran, sehingga keadaanya menjadi jernih seperti
kristal, yang tak tertawani oleh hubungan pikiran dengan obyek-obyek duniawi.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Adiputra, I
Gede, Rudia, dkk. Tattwa Darsana.
Jakarta : Yayasan Dharma Sharati, 1990.
·
Ali, Matius. Filsafat India. Tangerang : Sanggar Luxor,
2010.
·
Departemen Agama
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu. Dasar-Dasar Agama Hindu Jakarta :
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010.
·
Departemen Agama
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu
dan Budha. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya
: Paramita, 2003.
·
Hadiwijono,
Harun. Filsafat India. Jakarta :
Badan Penerbit Kristen, 1971.
·
Swabodhi,
Pandita, D.D. Harsa. Upamana – Pramana
Buddha Dharma dan Hindu Dharma. Medan : Yayasan Perguruan Budaya, 1980.
[1] Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat , Dasar-Dasar Agama Hindu, (Jakarta :
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010),hal.86
[2] Matius Ali, Filsafat India, (tangerang: sanggar
luxor), 2010.
[3] I Wayan Maswinara (yayasan
Sanata Dharmasrama), Sistem Filsafat
Hindu, (Surabay,Paramita),1999.hal.163
[4] I Gede Rudia adipura, I
wayan Suarjaya, I Gede Sura, Ttwa Darsana, ( Jakarta : ,1990), hal.57
[5] Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat , Dasar-Dasar
Agama Hindu, (Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010),hal.8
[6] I Wayan Maswinara (yayasan
Sanata Dharmasrama), Sistem Filsafat Hindu, (Surabay,Paramita),1999.hal.163 -
164
[7] I Wayan Maswinara, Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana
Samgraha), (Surabaya : paramita, 2006).hal.164
[8] I Wayan Maswinara (yayasan
Sanata Dharmasrama), Sistem Filsafat
Hindu(Surabay,Paramita),1999. Hal.164
[9] I Gede Rudia adipura, I
wayan Suarjaya, I Gede Sura, Tattwa
Darsana, ( Jakarta : ),1990,
hal.57
[10]Departemen Agama Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat , Dasar-Dasar
Agama Hindu, (Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010),hal.85
[11] I Wayan Maswinara
(yayasan Sanata Dharmasrama), Sistem Filsafat Hindu(Surabay,Paramita,1999).
Hal.164
[12]Departemen Agama Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat , Dasar-Dasar Agama Hindu, (Jakarta :
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010),hal.85
[13] I Gede Rudia Adiputra,
dkk, tattwa Darsana, (Jakarta,
Yayasan Dharma Sharati,1990),
hal.59
[14] Harun Hadiwjono, Sari
Filsafat India, (Jakarta : Badan Penerbit Kristen,1971), hal. 51
[15] I Gede Rudia Adiputra,
dkk, tattwa Darsana, (Jakarta :
Yayasan Dharma Sharati, 1990), hal.60
[16]Departemen Agama Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat , Dasar-Dasar
Agama Hindu, (Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia, 2010),hal.86
[17] Departemen Agama Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Hindhu dan Budha, Intisari Ajaran Hindu, (Surabaya : Paramita, 2003), hal.205-206.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar